Sunday 23 February 2014

MAKALAH PENGGUNAAN PRINSIP GEOGRAFI DALAM FENOMENA ALAM

Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
Hai sahabat blogger!! Apa kabar nich??
Ini postingan keenam saya, semoga bermanfaat!!
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warohmatullahi Wabarokatu
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. berkat rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “PENGGUNAAN PRINSIP GEOGRAFI DALAM FENOMENA ALAM”.
Dan tak lupa juga sholawat serta salam kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. karena Beliaulah yang membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Suatu kebahagiaan bagi kami karena dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, tanpa halangan dan kesulitan.
      Terimah kasih atas partisipasi anda untuk membaca makalah dari kami, serta teriring do’a semoga kita semua sukses. Amin….
Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokatu.


Watampone,  15  Oktober  2012


Kelompok IV         
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
B.  TUJUAN / MANFAAT
BAB II PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN PRINSIP GEOGRAFI
1.   PRINSIP PENYEBARAN
2.  PRINSIP INTELERASI
B.  PENGGUNAAN PRINSIP DALAM FENOMENA BANJIR
BAB III PENUTUP
A.  KESIMPULAN
B.  SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Fenomena macet akibat banjir merupakan hukum kausal yang menjadi ciri khas kondisi Ibu Kota saat ini. Apalagi jika hujan turun lebat dan lama. Namun, peristiwa banjir sebenarnya bukan disebabkan hujan deras semata. Sebab, selebat apa pun hujan, tidak akan membuat Jakarta banjir jika drainase atau lahan serapan air hujan tersedia dan bekerja dengan baik.
Karena itu, dalam makalah ini kami akan menggunakan prinsip penyebaran dan interelasi untuk mengetahui penyebaran banjir dibeberapa kota di Indonesia.
B.  TUJUAN / MANFAAT
TUJUAN:
1.   Untuk mengetahui apa itu prinsip geografi
2.  Untuk mengetahui penyebab fenomena banjir
3.  Untuk mengetahui solusi untuk menguragi terjadinya banjir
MANFAAT;
1.   Dapat mengetahui prinsi-prinsip dalam geografi
2.  Mengetahui penyebab terjadinya banjir
BAB II PEMBAHASAN
A.  PRINSIP GEOGRAFI
Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan geosfer dengan sudut pendang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Secara teriotis, dalam mempelajari geografi perlu dijiwai prinsip-prinsip, yaitu:
1.   Prinsip Penyebaran
2.  Prinsip Interelasi
3.  Prinsip Deskripsi
4.  Prinsip Korologi
Dalam mengamati dan menganalisis gejala-gejala geografi yang ada disekitar kita, kita selalu berpegang pada prinsip persebaran, prinsip interaksi, prinsip diskripsi, dan prinsip korologi. Prinsip-prinsip itu merupakan dasar untuk mengkaji, menguraikan, serta mengungkapkan gejala-gejala dan faktor geografi.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang prinsip penyebaran dan prinsip interelasi.
1.   PRINSIP PENYEBARAN / SPREADING PRINCIPLE
Prinsip penyebaran digunakan untuk menggambarkan gejala dan fakta geografi dalam peta serta mengungkapkan hubungan antara gejala geografi yang satu dengan yang lain. Hal tersebut disebabkan penyebaran gejala dan fakta geografi tidak merata antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Prinsip ini pada hakikatnya adalah terjadi persebaran gejala-gejala geosfer yang ada di permukaan bumi, di mana distribusi (penyebarannya) berbeda  antara satu tempat dengan tempat lainnya. Gejala geografi baik yang menyangkut kondisi fisik maupun sosial tersebar luas di permukaan bumi, tetapi penyebarannya tidaklah merata antara wilayah satu dengan wilayah lainnya.
2.  PRINSIP INTERELASI / INTERRELATIONSHIP PRINCIPLE
Prinsip interrelasi digunakan untuk menganalisis hubungan antara gejala fisik dan non fisik. Prinsip tersebut dapat mengungkapkan gejala atau fakta Geografi di suatu wilayah tertentu. Prinsip ini menyatakan bahwa terdapat hubungan antara gejala geografi yang satu dengan gejala geografi yang lain di muka bumi. Oleh karena itu setelah dilihat persebaran gejala geografi dalam satu ruang atau wilayah tertentu maka dapat pula diungkapkan hubungan antara gejala geografi satu dengan gejala geografi lainnya. Selain itu dapat pula diungkapkan hubungan antara gejala-gejala yang ada di permukaan bumi.
B.  PENGGUNAAN PRINSIP DALAM FENOMENA BANJIR
Banjir terjadi karena akibat yang berbeda-beda dan di tempat yang berbeda pula. Seperti, banjir di Jakarta terjadi karena hujan yang cukup deras dan tidak adanya tempat untuk air hujan tersebut meresap, yang akhirnya lama kelamaan air itu menjadi banyak dan mengakibatkan banjir. Sedangkan di Watampone, jika terjadi hujan yang cukup deras, banjir tidak akan terjadi seperti banjir yang ada di Jakarta, karena di Watampone, masih banyak tempat untuk resapan air banjr.
Penebangan pohon untuk keperluan pembangunan seperti, hotel, perusahaan, dll menjadikan kurangnya tempat serapan air yang dapat mengakibatkan banjir.
BAB III PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Banjir terjadi akibat tidak ada tempat untuk resapan air dan juga karena derasnya hujan dan dapat juga karena sampah yang dibuang sembarangan oleh orang lain. Ibu Kota acap dilanda banjir. Bahkan, dalam satu dua dekade ini kondisi banjir di Jakarta makin parah. Tahun 1970 hingga 1980-an, jalanan tidak akan tergenang bila hanya gerimis. Pada masa itu banjir tidak separah dan seluas seperti sekarang. Pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri, Jakarta pernah dilanda banjir luar biasa dengan kerugian yang tidak sedikit. Sekarang, meski hujan deras sebentar, genangan dapat dijumpai di jalan-jalan. Bahkan, bisa terjadi banjir di berbagai tempat sehingga menimbulkan kemacetan luar biasa.
Fenomena macet akibat banjir merupakan hukum kausal yang menjadi ciri khas kondisi Ibu Kota saat ini. Apalagi jika hujan turun lebat dan lama. Namun, peristiwa banjir sebenarnya bukan disebabkan hujan deras semata. Sebab, selebat apa pun hujan, tidak akan membuat Jakarta banjir jika drainase atau lahan serapan air hujan tersedia dan bekerja dengan baik.
Banyak Perencanaan wilayah kota/kabupaten (PWK) yang pada zaman penjajahan Belanda dahulu ditata apik. Antara lain, dengan cara memberi perhatian pada keseimbangan ekosistem. Ironis, setelah merdeka, konsep PWK hanya menjadi "macan kertas". Masyarakat sulit mengakses info tentang rencana tata ruang wilayah (RT/RW). Bahkan, sudah menjadi rahasia umum RTRW sering dilanggar pihak pemangku amanah.
Kartelisasi antara (oknum) penguasa dan pengusaha merebak bahkan menggurita. Dampak perkongsian yang negatif dalam membangun negeri ternyata berakibat pada munculnya polusi, perubahan iklim/cuaca, longsor, banjir serta berbagai dampak negatif lainnya. Mal, apartemen, perkantoran, ruko, perumahan dan bangunan-bangunan yang didirikan tanpa persyaratan ketat, termasuk kewajiban membangun wadah atau lokasi serapan air hujan yang memadai akan dapat menyebabkan banjir.
Bahkan, ada apartemen yang dibangun di bibir sungai. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tentu, pemangku kebijakan bertanggung jawab atas lolosnya izin mendirikan bangunan di bibir sungai. Biasanya, saat bencana datang, (pemerintah daerah) barulah memikirkan cara mengatasinya. Penanganan seperti ini bersifat reaktif. Bukan proaktif.
Karena itu, antisipasi menghadapi banjir, khususnya di Jakarta sebagai Ibu Kota, perlu dilakukan lebih sistemik. Apalagi pembangunan fisik di Ibu Kota berlangsung terus menerus tiada henti sejalan dengan dinamika perkembangan kesejahteraan manusia. Namun, sangat disayangkan, kesediaan daerah resapan air hujan (Banjir Kanal Timur, Drainase/saluran air, dan lain-lain) tidak sebanding dengan hasil pembangunan mal, apartemen, perkantoran, ruko, perumahan, dan sarana jalan di wilayah Jabodetabek. Pembangunan fisik di Jabodetabek mengikuti deret ukur, sedangkan fasilitas resapan air hanya mengikuti deret tambah. Akibatnya, air hujan tergenang dan terjadilah banjir. Salah satu solusi mengatasi kondisi ini adalah dengan mengaudit atau mengecek ulang fasilitas resapan air gedung dan jalan yang tersedia.
Bila perlu, pemangku kepentingan (pemda dan pemerintah pusat) mewajibkan pemilik gedung (mal, perumahan, apartemen, dan perkantoran) segera menyediakan dan menambah fasilitas resapan air yang memadai. Upaya pemerintah menyediakan berbagai fasilitas pengendalian banjir, termasuk Banjir Kanal Timur (BKT) patut diapresiasi, meski sampai kini masih terkendala berbagai hal. Sementara itu, kepadatan Ibu Kota kian tinggi sehingga memerlukan antisipasi luar biasa atas eksesnya.
B.  SARAN
Di Indonesia biasanya setelah persoalan mencuat barulah pemangku kepentingan sibuk mencari solusi instan yang terkesan mengambil jalan pintas. Pemerintah selaku pihak pengelola sekaligus penguasa negeri ini sebenarnya memiliki hak dan kewenangan mengatur pembangunan, terutama yang dapat berekses, antara lain menyebabkan banjir. Sayangnya, hak dan wewenang untuk lebih tegas dalam menertibkan pembangunan yang menyimpang dari ketentuan belum terwujudnyatakan.
Paling tidak, ada tiga poin besar yang patut digarisbawahi jika kita ingin mengatasi banjir secara menyeluruh dan sistemik. Pertama, diperlukan program untuk menumbuhkembangkan kesadaran pihak pemangku kepentingan untuk taat dan patuh pada konsep PWK berikut RTRW-nya yang telah ditentukan pada masing-masing daerah. Pihak eksekutif di daerah yang meloloskan izin mendirikan bangunan tidak sesuai PWK/RTRW perlu ditindak tegas secara hukum. Audit kebijakan pembangunan dapat menyertakan KPK. Sebab, lolosnya izin mendirikan bangunan yang tidak sesuai RTRW biasanya terkait gratifikasi.
Kedua, perlu menggerakkan segenap komponen bangsa untuk bertindak proaktif terhadap pelanggaran PWK/RTRW di daerah masing-masing dengan melibatkan masyarakat dan LSM. Karena itu, info RTRW di masing-masing daerah perlu dipublikasikan secara transparan dan terbuka sehingga masyarakat luas dapat mengaksesnya. Tempat pengaduan masyarakat perlu disediakan, termasuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh masyarakat jika terdapat kebijakan yang melanggar aturan dan kepantasan.
Ketiga, peran serta pers dalam mengawasi pelaku pelanggaran RTRW perlu ditingkatkan. Media massa di era reformasi ini sangat ampuh dalam menyebarluaskan perilaku negatif penyelenggara negara. Pers dapat menjadi kekuatan moral yang berfungsi sebagai alat kontrol sosial terhadap para elite. Pemberitaan media massa sekaligus mengandung efek jera bagi para oknum penguasa dan pengusaha yang bersinergi negatif sebagai akibat dari paradigma hidup mereka yang pragmatis dan hedonis.
Konsep clean and good governance perlu disosialisasikan ke tengah masyarakat. Dengan begitu, mereka sadar dan tergerak mengadukan pemerintah daerah yang melanggar secara hukum. Selain itu, kinerja wakil rakyat dapat dikoreksi dari berapa banyak pengaduan masyarakat terhadap pemerintah atas pelanggaran yang dilakukan. Semakin banyak warga masyarakat memerkarakan pemerintah atas kebijakannya secara hukum, maka semakin buruk kinerja wakil rakyat. Koridor hukum yang ditempuh masyarakat tentu merupakan pembelajaran politik yang baik dan membuat demokrasi di negeri kita semakin dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
      Tambahin alamat blog sya!!
Sekian dan terima kasih atas perhatian pembaca!!
Wassalamu ‘Alaikum Wr. Wb.

No comments: